Senin, 13 Maret 2017

Terasing

Merindukan Ayah adalah kehampa'an luka yang tak ingin kutoreh
Namun kepergiannya kepada Tuhan, membuat banyak luka dan lubang lubang ketidak berdaya'an untukku

Hingga terkadang tertangis ku dalam sujud, dalam sebuah kalimat yang begitu menganiaya diri ini "Ayahku yang tidak beruntung memiliki putri sepertiku, atau diriku ini yang terlalu kelewat durhaka krpada-nya?"

Yang ingin kukatakan adalah betapa aku sangat sayang terhadapmu. Tak ingin kehilanganmu.

Ayahh, andai kau tahu bahwa putrimu yang nakal ini tak bisa tanpamu. Betapa pun kerasnya kumencoba tuk bertahan, namun luka luka ini terus terbuka dan menganga. Karena betapa tidak beruntungnya daku yang begitu egois terhadapmu. Sehingga tak melihat luka luka disekujur jiwa ragamu karena ku

Aku putrimu ini, yang begitu sulit merangkai kalimat baik terhadapmu.
Aku putrimu ini, yang sulit mrngucap cinta terhadapmu

Ayahh, banyak kutulis ribuan sajak yang merongrong pemuja cinta dan penikmat syair.
Aku senang, karena mampu membuat pembacaku blushing karenanya, tapi ayah... Aku tak bangga pada diriku sendiri, karena untuk satu kata terbaik yang selalu kutulis itu tak pernah bisa kusampaikan terhadapmu, hingga senja menngulung pagimu.

Ayah aku sangat sayang kepada Engkau yang pandai dalam Rahasia duka, pandai dalam mencintai dan pandai dalam mempertahankan prinsipmu.

Ayah aku sayang Engkau, yang selalu menitikkan air mata disetiap tumbuhku dewasa dan diam diam berbisik dalam sujud, bahwa Engkau terus menabung doa terhadapku

Ayah aku sayang Engkau yang diam diam rindu masa kecilku dulu yang sering bergelayut manja terhadapmu. Maafkan diriku yang tidak peka akan segala rindumu karena tak mengindahkan perasa'anmu dan sibuk dengan dewasaku.

Tuhan, kutitipkan Ayah terdap-Mu, sayangi  dia Tuhan. Dan tutup rapatkan pintu neraka daripadanya.Ampuni dosanya dan buang segala yang memberatkan timbangannya.

Ayah aku sayang Engkau


Apa arti Ayah bagimu kawan?
Dulu yang ku tahu, Ayah adalah mendung. Dahsyat menggelegar, tersusun apik dalam polemik tak beraturan.

Tapi kini, aku tahu. Ayah adalah fajar petang, mega membahana dan gelap yang merindukan.
Diriiku tak henti membual, karena rasa syukur selalu datang terlambat padaku, bukan karena aku bodoh tak menyadarinya, terlebih karena diriku terlalu munafik untuk mengakuinya.

Ayah, jauh aku melangkah. Mendaki gunung agar lebih dekat padamu. Agar kau mampu mendengar suaraku. Ayah, fajar ataupun senja merengkuh aku sepertimu, tulus namun tak terbaca. Terlambat itu adalah senjaku, naunganku dan tempat lelahku setelah Tuhan mengikrarkan engkau dengan dingin yang membiru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar